



WISATA LIBURAN - Tersembunyi di perbukitan utara Bali, tepatnya di Desa Bengkala, Kecamatan Kubutambahan, Kabupaten Buleleng, ada sebuah fenomena sosial dan budaya yang sangat unik, yakni masyarakat Kolok. Desa ini dikenal sebagai rumah bagi populasi tuna rungu dan tuna wicara, yang telah ada secara turun-temurun selama lebih dari tujuh generasi, kemungkinan karena faktor genetik resesif.
Diperkirakan sekitar dua persen dari total penduduk desa mengalami kondisi ini. Namun, alih-alih terisolasi, masyarakat Kolok justru berhasil menciptakan sistem komunikasi mereka sendiri yang kaya dan kompleks, yaitu bahasa isyarat lokal yang dikenal sebagai Kata Kolok (Bahasa Bisu). Keunikan ini menarik perhatian peneliti dan wisatawan, memberikan perspektif baru tentang komunikasi, inklusi, dan adaptasi sosial yang luar biasa di tengah keindahan alam Bali.
Kekayaan budaya masyarakat Kolok mencapai puncaknya dalam seni pertunjukan, khususnya Tari Janger Kolok. Tarian tradisional Bali ini dipentaskan oleh para penari Kolok tanpa iringan musik Gamelan yang biasa. Para penari, yang secara fisik tidak dapat mendengar, mengandalkan isyarat visual dan getaran lantai yang mereka rasakan untuk menyelaraskan gerakan mereka.
Fenomena menari tanpa musik ini adalah bukti adaptasi sensorik dan spiritualitas yang mendalam, mengubah keterbatasan fisik menjadi bentuk seni yang murni dan memukau. Dengan melestarikan Tari Janger Kolok, Desa Bengkala tidak hanya menjaga warisan budaya, tetapi juga menyampaikan pesan kuat tentang penerimaan diri dan kemampuan luar biasa manusia untuk berekspresi.
MAP: Desa Bengkala, Bali